SALAH satu rujukan misionaris untuk menyatakan Al-Qur'an palsu adalah buku The Origins of the Koran, Classic Essays on Islam's Holy Book
karya Ibn Warraq (nama samaran). Setelah keluar dari Islam, murtadin
asal Pakistan yang pernah menjadi kurir Salman Rushdie ini mendirikan Institute for the Secularisation of Islamic Society (ISIS), yang memfokuskan diri pada kritik Al-Qur'an.
Di
antara amunisi Ibn Warraq untuk menggugurkan otentisitas Al-Qur'an
adalah tudingan bahwa surat Al-Ahzab yang dimiliki umat Islam ini
sudah tidak asli, karena menyusut 127 ayat dari Al-Qur'an asli yang
diajarkan Rasulullah SAW. Berikut kutipannya:
"Variant
Versions: Verses Missing, Verses Added. Almost without exceptions
Muslims consider that the Quran we now possess goes back in its text
and in the number and order of the chapters to the work of the
commission that 'Uthman appointed. Muslim orthodoxy holds further that
'Uthman's Quran contains all of the revelation delivered to the
community faithfully preserved without change or variation of any kind
and that the acceptance of the 'Uthmanic Quran was all but universal
from the day of its distribution. The orthodox position is motivated
by dogmatic factors; it cannot be supported by the historical
evidence. –Charles Adams–
While
modern Muslims may be committed to an impossibly conservative
position, Muslim scholars of the early years of Islam were far more
flexible, realizing that parts of the Koran were lost, perverted, and
that there were many thousand variants which made it impossible to
talk of the Koran. For example, As-Suyuti (died 1505), one of the most
famous and revered of the commentators of the Koran, quotes Ibn 'Umar
al Khattab as saying: "Let no one of you say that he has acquired the
entire Quran, for how does he know that it is all? Much of the Quran
has been lost, thus let him say, 'I have acquired of it what is
available'" (As-Suyuti, Itqan, part 3, page 72). Aisha, the favorite
wife of the Prophet, says, also according to a tradition recounted by
as-Suyuti, "During the time of the Prophet, the chapter of the Parties
used to be two hundred verses when read. When 'Uthman edited the
copies of the Quran, only the current (verses) were recorded" (73)" (The Origins of the Koran, Classic Essays on Islam's Holy Book, editor Ibn Warraq, p. 5-6)
[Bermacam
Versi: Ayat yang Hilang dan Ayat yang Ditambahkan. Tanpa kecuali,
setiap orang Islam mengatakan bahwa Quran yang kita miliki sekarang
sama persis baik dalam teks, nomor dan urutan bab dengan Al-Qur'an
yang disusun oleh komisi yang ditunjuk khalifah Usman. Malah Muslim
konservatif mengatakan bahwa Qurannya Usman berisi semua wahyu yang
disampaikan pada masyarakat dan dijaga dengan teliti tanpa mengalami
satu perubahan atau variasi macam apapun. Dikatakan pula bahwa
Qurannya Usman memang universal dari hari pertama disebarkan. Tapi
sikap ortodoks ini dimotivasi oleh faktor dogma yang tidak didukung
bukti sejarah. (Charles Adams).
Sementara
kaum cendekiawan Muslim dari tahun-tahun awal Islam jauh lebih
fleksibel daripada Muslim sekarang. Mereka menyadari bahwa ada
bagian-bagian Al-Qur'an yang hilang, menyimpang, dan ada banyak ribu
variasi. Misalnya, As-Suyuti (wafat 1505), salah seorang pakar
Al-Qur'an yang paling terkenal dan dihormati, mengutip pernyataan Ibnu
Umar Al-Khatthab: "Janganlah salah seorang dari kalian mengatakan
bahwa ia telah mendapatkan seluruh Quran, karena bagaimana dia tahu
bahwa itu memang keseluruhannya? Banyak dari Quran telah hilang. Oleh
karena itu kalian harus mengatakan, "Aku telah mendapatkan bagian
Al-Qur'an yang ada" (As-Suyuti, Itqan, jilid III, halaman 72).
As-Suyuti juga menceritakan, Aisyah istri tersayang nabi mengatakan,
"Pada masa Nabi, surat Al-Ahzab berjumlah 200 ayat. Tapi setelah Usman
melakukan kodifikasi, jumlahnya menyusut menjadi seperti sekarang
(yakni 73 ayat)"]
Tuduhan
bahwa Al-Qur'an kehilangan 127 ayat itu, sampai sekarang menjadi
rujukan para misionaris Kristen maupun untuk memurtadkan umat Islam.
Misionaris lain yang mengungkapkan tudingan itu adalah Robert Morey
dalam bukunya The Islamic Invasion.
Secara
sederhana, validitas khabar yang dikutip Ibn Warraq itu patut
dipertanyakan, karena tidak mencamtumkan sanad yang shahih sampai
kepada shahabat Aisyah RA.
Secara
ilmiah, ulama hadits Syaikh Muhammad Thahir Ibnu 'Asyur menyimpulkan
bahwa riwayat tersebut tidak bisa dipercaya. Penulis kitab tafsir At-Tahrir Wat-Tanwir –yang lebih dikenal dengan Tafsir Ibnu Asyur– ini menyebut riwayat yang mencatut nama Aisyah Ummul Mukminin itu sebagai "sanad yang paling lemah" (Tafsir At-Tahrir Wat-Tanwir X/246).
Ulama
lainnya, Syaikh Muhammad Izzah Daruzah yang telah melakukan
penelitian terhadap khabar itu, menyebutnya sebagai khabar yang tidak
dipercaya (dhaif) dan tidak terdapat dalam kitab hadits yang shahih. Maka tawaquf (abstain) dari khabar tersebut lebih afdhal.
Selain
itu, dalam mushaf Utsman RA dinukil dari mushaf yang telah disusun
pada masa Abu Bakar RA, tidak mungkin terjadi penghapusan satu ayat
pun, apalagi sampai ratusan ayat seperti yang dituduhkan itu. Apalagi
Aisyah RA adalah wanita yang kuat hafalan baik terhadap ayat-ayat
Al-Qur'an maupun hadits nabi. Sehingga sangat tidak masuk akal jika
Aisyah hanya berdiam diri saat menjumpai ada ratusan ayat yang
dihapus. Kalaupun pengurangan ayat itu terjadi tidak masuk akal pula
kalau dirinya tidak membantah" (At-tafsir Al-Hadits; Tafsir Suwar Murattabah Hasba Nuzul, VIII/238-239).
Secara
logika, penyusutan ayat dari 200 menjadi 73, artinya hilang 127 ayat.
Ini bukan suatu jumlah yang sedikit. Seandainya Utsman RA mengorupsi
127 ayat Al-Qur'an pada proses pembukuan, bisa dipastikan umat Islam
akan heboh pada waktu itu, bahkan bisa terjadi konflik berdarah yang
akan menggagalkan proses pembukuan Al-Qur'an. Jika berani mengorupsi
ayat Al-Qur'an meskipun hanya satu ayat, pastilah Utsman akan menuai
komplain dari para shahabat lainnya, karena jumlah shahabat yang
hafal Al-Qur'an sangat banyak.
Riwayat dhaif tentang komplain Aisyah terhadap mushaf Al-Qur'an, semakin terbantah dengan adanya ijma' (consensus)
umat Islam terhadap mushaf Al-Qur'an pada waktu itu. Setelah mushaf
Al-Qur'an pada masa Utsman selesai dibukukan, naskah tersebut
diverifikasi dan dicek dengan mushaf dari Hafshah, lalu dibacakan
kepada para shahabat di depan Utsman. Ternyata tak satupun shahabat
penghafal Al-Qur'an yang memprotes (komplain).
Jelaslah
bahwa tak satu ayat pun hilang dari Al-Qur'an. Sebaliknya, jika
diteliti secara objektif, justru Bibel kehilangan banyak kisah tentang
masa remaja Yesus.
Bibel
hanya mencatat masa kecil Yesus dari lahir hingga masa remaja berumur
12 tahun dalam Injil Lukas 1:1 sampai dengan 2:42. Selanjutnya Bibel
tidak menceritakan masa remaja Yesus, tiba-tiba Injil Lukas 3:23
menceritakan masa dewasa Yesus pada usia 30 tahun. Lalu di manakah
cerita perjalanan hidup Yesus dari usia 12 hingga 30 tahun? Raib!
Dengan tidak adanya kisah perjalanan hidup Yesus selama 18 tahun,
berarti umat kristiani kehilangan banyak ayat, karena mereka mengimani
Yesus sebagai Firman Tuhan yang hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar